Enzymatic Processing of Ghrelin Precursor | Pemrosesan Enzimatik Pendahulu Ghrelin

The serine is modified with a medium-chain fatty acid, typically n-octanoic acid. | Serin dimodifikasi dengan asam lemak rantai sedang, biasanya asam n-oktanoat.


English

Ghrelin, an orexigenic peptide hormone from stomach, generally contains an acyl modification at the third serine residue. The serine is modified with a medium-chain fatty acid, typically n-octanoic acid. Importantly, this modification is essential for the biological activity of ghrelin. Conservation of the sequence and the required acyl modification at the third residue suggest that ghrelin undergoes a precise series of processing steps. The enzyme that catalyzes the transfer of the acyl moiety to ghrelin was identified as ghrelin O- acyltransferase (GOAT). GOAT is a membrane-bound acyltransferase, specific for the acyl-modification of ghrelin. Interestingly, most ghrelin in the stomach is modified by n-octanoic acid; however, GOAT prefers to use n-hexanoic acid as the acyl donor rather than n-octanoic acid. The enzymes responsible for ghrelin processing, such as protease cleavage, acylmodification, and deacylation, have been identified and characterized in vivo and in vitro. The ghrelin-processing enzymes may be good targets for drug development to treat metabolic diseases and eating disorders.


Indonesian

Ghrelin adalah hormon peptida oreksigenik yang diproduksi oleh lambung. Hormon ini umumnya mengandung modifikasi asil pada residu serin ketiga. Serin dimodifikasi dengan asam lemak rantai sedang, biasanya asam n-oktanoat. Modifikasi ini sangat perlu dan penting bagi aktivitas biologis ghrelin. Konservasi sekuens dan modifikasi asil yang diperlukan pada residu ketiga menunjukkan bahwa ghrelin mengalami serangkaian langkah pemrosesan yang saksama. Enzim yang mengkatalisasi transfer gugus asil ke ghrelin diidentifikasi sebagai ghrelin O-asiltransferase (GOAT). GOAT adalah asiltransferase terikat membran yang khusus untuk memodifikasi asil ghrelin. Menariknya, kebanyakan ghrelin dalam lambung dimodifikasi oleh asam n-oktanoat. Walau begitu, GOAT lebih memilih menggunakan asam n-heksanoat sebagai donol asil ketimbang asam n-oktanoat. Sejumlah enzim tersebut bertanggung jawab atas pemrosesan ghrelin, seperti pembelahan protease, modifikasi asil, dan deasilasi. Enzim-enzim tersebut telah diidentifikasi dan digambarkan in vivo dan in vitro. Enzim pemrosesan ghrelin bisa jadi target yang bagus untuk pengembangan obat guna mengobati penyakit-penyakit metabolik dan gangguan makan.

Hepatitis B vaccination | Vaksinasi hepatitis B

Hepatitis B vaccination is the most effective measure taken to prevent HBV infection…. | Vaksinasi hepatitis B adalah tindakan yang paling efektif untuk mencegah infeksi HBV….


English

Hepatitis B vaccination is the most effective measure taken to prevent HBV infection and its consequences. Since they were first issued in 1982, recommendations for hepatitis B vaccination have evolved into a comprehensive strategy for eliminating HBV transmission in the United States. A primary focus of this strategy is universal vaccination of infants to prevent early childhood HBV infection and to eventually protect adolescents and adults from infection. Other components include routine screening of all pregnant women for hepatitis B surface antigen (HBsAg) and post-exposure immunoprophylaxis of infants born to HBsAg-positive women, vaccination of children and adolescents who were not previously vaccinated, and vaccination of unvaccinated adults who are at increased risk for infection.


Indonesian

Vaksinasi hepatitis B adalah tindakan yang paling efektif untuk mencegah infeksi HBV beserta dampak yang ditimbulkannya. Rekomendasi vaksinasi hepatitis B telah berkembang menjadi strategi yang komprehensif guna mengatasi transmisi HBV di Amerika Serikat sejak pertama diluncurkan pada tahun 1982. Fokus utama strategi tersebut adalah memberi vaksinasi pada semua bayi untuk mencegah infeksi HBV pada anak usia dini serta melindungi remaja dan dewasa agar terhindar dari infeksi virus ini. Komponen-komponen lain strategi tersebut meliputi pemeriksaan rutin HbsAg pada semua ibu hamil dan imunoprofilaksis pascapaparan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu HbsAg  positif, vaksinasi anak-anak dan remaja yang sebelumnya tidak divaksinasi, dan vaksinasi pada orang dewasa yang berisiko terkena infeksi dan yang belum pernah divaksinasi.

Effect on analgesia after a laparoscopic cholecystectomy | Efek pada analgesia setelah laparoskopi kolesistektomi

General anesthesia was induced i.v. using 2 μg/ kg of fentanyl and 2.0 mg/kg of propofol. | Anestesi umum diberikan intravena menggunakan 2 μg / kg fentanyl dan 2,0 mg / kg propofol.


English

General anesthesia was induced i.v. using 2 μg/ kg of fentanyl and 2.0 mg/kg of propofol. Tracheal intubation was facilitated by 0.1 mg/kg cisatracurium. An orogastric tube was inserted, and anesthesia was maintained with sevoflurane. The lungs were mechanically ventilated with 50% air in oxygen. Intraoperafive monitoring included electrocardiography, pulse oximetry, non-invasive blood pressure, nasal temperature, end-tidal carbon dioxide concentration (EtCO2), and the bispectral index (BIS). Muscle relaxation was monitored by train-of-four stimulation using a peripheral nerve stimulator to detect any enhancement of neuro-muscular blockade secondary to magnesium administration. Adequate muscle relaxation was defined as 0-2 responses of train-of-four stimulation, and was maintained with additional doses of cisatracurium (0.02 mg/kg).


Indonesian

Anestesi umum diberikan intravena menggunakan 2 μg / kg fentanyl dan 2,0 mg / kg propofol. Cisatracurium 0,1 mg / kg memfasilitasi intubasi trakea. Selang orogastrik dimasukkan dan anestesi dipertahankan dengan sevoflurane. Paru-paru diventilasi menggunakan ventilasi mekanis dengan kandungan udara dalam oksigen sebesar 50%. Pemantauan intraoperatif meliputi pemantauan elektrokardiografi, oksimetri nadi, tekanan darah non-invasif, temperatur nasal, konsentrasi karbon dioksida akhir alun (EtCO2), dan indeks bispektrum (BIS). Relaksasi otot dipantau dengan rangsangan empat serangkai menggunakan stimulator saraf periferi untuk mendeteksi peningkatan blokade neuro-muskular yang bersifat sekunder untuk pemberian magnesium. Definisi relaksasi otot yang memadai adalah 0-2 respon terhadap rangsangan empat serangkai dan dipertahankan dengan dosis tambahan Cisatracurium (0,02 mg / kg).

Pain referred from intracranial lesions | Nyeri alihan dari lesi intrakranium

…located within the cranial vault can produce generalized headache…. | …yang ada dalam kubah kranium dapat menyebabkan sakit kepala biasa….


English

Lesions of the central nervous system (CNS) located within the cranial vault can produce generalized headache and trigger more localized referred pain. The types of problems generating these pains include tumors that are either benign or malignant; vascular lesions, such as aneurysms; demyelinating diseases, including multiple sclerosis (MS); post-traumatic brain injury; and disorders of cranial fluid pressure (intracranial hypertension, hypotension, etc.). Generalized problems cause diffuse bilateral pain that is most often characterized as “headache.” Isolated unilateral lesions can produce generalized head pain if they increase pressure within the cranium; pain may be unilateral or bilateral with pain dominant on one side. The pain can be felt in the tem¬poral region, leading to an erroneous diagnosis of myofascial pain.


Indonesian

Lesi pada sistem saraf pusat yang ada dalam kubah kranium dapat menyebabkan sakit kepala biasa dan memicu nyeri alihan yang lebih terlokalisir. Jenis-jenis masalah kesehatan yang menyebabkan nyeri ini meliputi:

  • tumor jinak ataupun ganas
  • lesivaskular, seperti aneurisme
  • penyakit demielinasi, termasuk sklerosis ganda
  • cedera otak pascatrauma
  • gangguan pada tekanan cairan kranium, termasuk hipertensi intrakranium, hipotensi intrakranium, dsb

Masalah-masalah kesehatan umum menyebabkan nyeri bilateral difus yang sering sekali digambarkan sebagai “sakit kepala”. Lesi-lesi unilateral soliter bisa menyebabkan nyeri kepala biasa apabila mereka meningkatkan tekanan dalam kranium. Nyeri tersebut bisa unilateral atau bilateral dengan satu sisi terasa lebih nyeri ketimbang sisi yang lain. Nyeri ini bisa  terasa hingga daerah temporal sehingga dapat mengakibatkan salah diagnosis nyeri miofasial.

Pregnancy, Placental Dysfunction, and Innate Immunity | Kehamilan, Disfungsi Plaseta, dan Kekebalan Bawaan

The second pathway involves placental dysfunction leading to innate immune system activation and resulting in inflammation, endothelial/ renal dysfunction, and PE. | Jalur kedua melibatkan disfungsi plasenta yang mengakibatkan aktivasi sistem imun bawaan dan yang menghasilkan inflamasi, disfungsi endotel/ renal, dan preeklampsia.


English

The second pathway involves placental dysfunction leading to innate immune system activation and resulting in inflammation, endothelial/ renal dysfunction, and PE. Danger signals including RNA, DNA, heat shock proteins, uric acid, tumor necrosis factor, and others released from the placenta “tell” the mother that the placenta either did not form properly or is not functioning adequately. This would lead to fetal rejection as the mother attempts to terminate the pregnancy and save herself. As in solid organ transplant rejection, the result of innate immune system activation toward an organ results in innate and adaptive immune cell infiltration, inflammation, decreased angiogenesis, and reduced perfusion in an effort to cause ischemia, fibrosis, and cell death. It has been suggested that the severity of PE is associated with how strong or weak the innate immune response is.


Indonesian

Jalur kedua melibatkan disfungsi plasenta yang mengakibatkan aktivasi sistem imun bawaan dan yang menghasilkan inflamasi, disfungsi endotel/ renal, dan preeklampsia. Sinyal bahaya “memberitahu” ibu bahwa plasenta tidak terbentuk dengan benar atau tidak berfungsi memadai. Sinyal tersebut meliputi RNA, DNA, protein kejutan panas, asam urat, faktor nekrosis tumor, dan zat-zat lain yang dilepaskan dari plasenta. Hal ini selanjutnya menyebabkan penolakan janin karena tubuh ibu mencoba untuk mengakhiri kehamilan dan menyelamatkan diri. Sama halnya seperti penolakan transplantasi organ padat, hasil aktivasi sistem imun bawaan terhadap suatu organ menghasilkan inflamasi, infiltrasi sel imun bawaan yang bersifat adaptif, penurunan angiogenesis, dan penurunan perfusi sehingga menyebabkan iskemia, fibrosis, dan kematian sel. Peneliti menyarankan bahwa tingkat keparahan preeklamsia berkaitan dengan seberapa kuat atau seberapa lemah respon imun bawaan yang ada.

Psychodynamic Understanding and Etiology | Pemahaman dan Etiologi Psikodinamika

…control patients with other personality disorders or depression do not report sexual abuse as often as do borderline patients…. | …pasien kontrol yang menderita depresi atau gangguan kepribadian lain tidak melaporkan pelecehan seksual sesering pasien penderita Gangguan Kepribadian Ambang….


Psychiatric translation sample

 Psychodynamic Understanding and Etiology Pemahaman dan Etiologi Psikodinamika
Early psychodynamic models seriously understated the role played by childhood trauma in the etiology and pathogenesis of BPD. There is now extensive empirical support for the notion that abuse during childhood is a major contributing factor to the etiology of the disorder (Baker et al., 1992; Gunderson and Sabo 1993; Herman et al., 1989; Ogata et al., 1990; Swartz et al., 1990; Walsh 1977; Westen et al., 1990; Zanarini et al., 1989b, 1997). Childhood sexual abuse appears to be an important etiological factor in around 60% of borderline patients. Although control patients with other personality disorders or depression do not report sexual abuse as often as do borderline patients, the same is not true for physical abuse, where the prevalence is roughly the same. About 25% of borderline patients have a history of parent-child incest. Model-model psikodinamika awal sangat meremehkan peran trauma masa kanak-kanak dalam etiologi dan patogenesis Gangguan Kepribadian Ambang atau Borderline Personality Disorder (BPD). Banyak bukti empiris yang tersedia sekarang mendukung gagasan bahwa penganiayaan yang dialami selama masa kecil adalah faktor penyebab utama etiologi gangguan tersebut (Baker et al., 1992; Gunderson dan Sabo, 1993; Herman et al., 1989; Ogata et al., 1990; Swartz et al., 1990; Walsh 1977; Westen et al., 1990; Zanarini et al., 1989b, 1997). Pelecehan seksual pada masa kanak-kanak tampaknya faktor etiologi yang penting pada sekitar 60% pasien penderita Gangguan Kepribadian Ambang. Meskipun pasien kontrol yang menderita depresi atau gangguan kepribadian lain tidak melaporkan pelecehan seksual sesering pasien penderita Gangguan Kepribadian Ambang, hal yang sama tidak berlaku untuk penganiayaan fisik meskipun prevalensinya serupa. Sekitar 25% pasien ambang punya riwayat inses antara orangtua dan anak.

Trends in Stillbirth by Gestational Age | Tren Lahir Mati Berdasarkan Usia Kehamilan


English

In 2006 and 2012, the stillbirth rate was 6.05 stillbirths per 1,000 deliveries. There was little change in the percent distribution of stillbirths by gestational age from 2006 to 2012. However, the percent distribution of live births by gestational age changed considerably: births at 34-38 weeks of gestation decreased by 10-16%, and births at 39 weeks of gestation increased by 17%. Traditionally computed stillbirth rates were unchanged at most gestational ages, but rose at 24-27, 34-36, 37, and 38 weeks of gestation. However, rates were influenced by decreases in births at those gestational ages; the pattern of stillbirths by gestational age was unchanged. In contrast, there were no differences in prospective stillbirth rates at 21-42 weeks of gestation.

Indonesian

Tingkat lahir mati dalam periode 2006 – 2012 adalah 6,05 lahir mati per 1.000 persalinan. Dalam kurun waktu tersebut, persentase distribusi lahir mati berdasarkan usia kehamilan sedikit berubah, sedangkan persentase distribusi lahir hidup berdasarkan usia kehamilan sangat berubah, yaitu: kelahiran pada usia kehamilan 34 – 38 minggu menurun 10 – 16%, sedangkan kelahiran pada usia kehamilan 39 minggu meningkat 17%. Tingkat lahir mati dengan perhitungan tradisional tidak berubah pada kebanyakan usia kehamilan tapi meningkat pada usia kehamilan 24 – 27, 34 – 36, 37, dan 38 minggu. Tingkat lahir mati dipengaruhi oleh penurunan jumlah kelahiran dengan usia kehamilan itu, sedangkan pola lahir mati berdasarkan usia kehamilan tidak berubah. Sebaliknya, tidak ada perbedaan tingkat lahir mati prospektif pada usia kehamilan 21-42 minggu.

 

Target-controlled propofol vs. sevoflurane | Propofol terkontrol target vs. sevoflurane

We compared target-controlled propofol with sevoflurane in…. | Kami membandingkan antara propofol terkontrol target dan sevoflurane dalam….


Anaesthetic translation sample

English

We compared target-controlled propofol with sevoflurane in a randomised, double-blind study in 61 day-case patients. Anaesthesia was induced with a propofol target of 8 μg.ml−1 or 8% sevoflurane, reduced to 4 μg.ml−1 and 3%, respectively, after laryngeal mask insertion and subsequently titrated to clinical signs. Mean (SD) times to unconsciousness and laryngeal mask insertion were significantly shorter with propofol [50 (9) s and 116 (33) s, respectively] than with sevoflurane [73 (14) s and 146 (29) s; p < 0.0001 and p = 0.0003, respectively]; however, these differences were not apparent to the blinded observer.


Indonesian

Kami membandingkan antara propofol terkontrol target dan sevoflurane dalam penelitian buta ganda acak pada 61 pasien rawat jalan. Anestesi dilakukan dengan target propofol 8 μg/ ml atau 8% sevoflurane. Selanjutnya, propofol target dikurangi jadi 4 μg/ ml dan sevoflurane dikurangi jadi 3% setelah pemasangan masker laring. Kemudian, titrasi dilakukan sampai tanda-tanda klinis tercapai. Penggunaan propofol menghasilkan rerata waktu kondisi tidak sadar selama 50 detik, simpangan baku waktu kondisi tidak sadar selama 9 detik, rerata waktu pemasangan masker laring selama 116 detik, dan simpangan baku waktu pemasangan laring selama 33 detik. Waktu tersebut signifikan lebih singkat ketimbang menggunakan sevoflurane yang menghasilkan rerata waktu kondisi tidak sadar selama 73 detik, simpangan baku waktu kondisi tidak sadar selama 14 detik, rerata waktu pemasangan masker laring selama 146 detik, dan simpangan baku waktu pemasangan masker laring selama 29 detik dengan p ᐸ 0,0001 untuk waktu kondisi tidak sadar dan p = 0,0003 untuk waktu pemasangan masker laring. Perbedaan ini tidak tampak jelas bagi pengamat buta.